








Mathias Osvath, peneliti primata dari Universitas Lund telah meneliti Santino, seekor simpanse jantan yang secara diam-diam mengoleksi batu-batu dan lempengan cakram selama lima hari berturut-turut, sebelum Kebun Binatang Swedia dibuka.??Kemudian, para simpanse itu melemparkan batu-batu ke arah para pengunjung.
Peneliti mengungkapkan bahwa para primata itu memiliki rasa dendam kepada manusia dan ada kemungkinan di masa mendatang akan menggunakan cara yang sama seperti manusia dalam menyerang. Dikutip yahoonews, Selasa (10/3/2009).??
“Para simpanse mengkoleksi batu untuk menyerang, kemungkinan hal itu dilakukan sebagai latihan. Jadi, bisa jadi para kera itu sebenarnya memiliki banyak rencana di masa mendatang,” ujar Osvath.
Meskipun tidak semua simpanse di kebun binatang akan berlaku sama, analisa dari penelitian ini mengingatkan agar kita berhati-hati.***
(dari berbagai sumber)
www.bocah.org
Di dunia Barat, burung hantu menjadi simbol kebijaksanaan dan pengetahuan.
Para ahli memprediksi, hewan ini akan segera punah dari Britania (daratan Inggris) karena kelangkaan makanan dan sulitnya tempat tinggal bagi mereka.
Saat ini terdapat 3000 ekor burung hantu yang sedang diternakkan, namun masih membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk dapat menyelamatkan spesies ini dari kepunahan.
The World Owl Trust menyerukan selamatkan burung hantu. Caranya antara lain dengan menyediakan taman di rumah ditumbuhi bunga dan rumput liar. Di sanalah binatang kecil dan serangga hidup. Maka akan tersedia makanan bagi spesies burung, termasuk burung hantu.***
(dari berbagai sumber)
TOKYO, SENIN--Seekor lumba-lumba yang ditangkap nelayan Jepang sebulan lalu memiliki sepasang sirip tambahan yang kemungkinan kaki belakangnya. Temuan ini menjadi bahan penelitian menarik para ilmuwan untuk mengungkap bukti-bukti bahwa mamalia air tersebut dulunya pernah hidup di darat.
Sepasang sirip itu hanya sebesar telapak tangan manusia atau lebih kecil daripada sirip utama yang tumbuh di bagian depan tubuh lumba-lumba. Lumba-lumbanya sendiri sepanjang 2,7 meter dan berumur sekitar lima tahun.
"Nelayan menangkap lumba-lumba dengan empat sirip itu di dekat Pantai Wakayama, bagian barat Jepang pada 28 Oktober dan menarik perhatian Museum Paus Taiji yang ada di daerah tersebut," kata direktur museum Katsuki Hayashi.
Tonjolan serupa sirip sebenarnya juga kadang-kadang ditemukan dekat ekor lumba-lumba. Namun, para peneliti menyatakan bahwa baru kali ini mereka menemukan sirip tambahan yang berkembang dengan simetris dan sempurna.
Bukti-bukti fosil menujukkan, lumba-lumba dan paus purba mungkin pernah hidup di darat sekitar 50 juta tahun lalu dan satu keturunan dengan kudanil dan rusa. Para ilmuwan memperkirakan, keduanya beradaptasi dengan lingkungan laut hingga kehilangan kaki belakangnya.
Janin lumba-lumba dan paus saat berada dalam kandungan juga memiliki semacam kaki di tubuhnya. Namun, bagian tubuh tersebut tidak lagi berkembang saat dilahirkan.
"Saya yakin sirip tersebut berasal dari nenek moyang lumba-lumba purba yang hidup di darat," ujar Seiji Osumi, seorang penasehat di Institut Penelitian Mamalia Air Tokyo. Mutasi baru mungkin mendorong sifat purba yang dimilikinya muncul kembali.
Hayashi tidak dapat memastikan sebelum mempelajari apakah sirip tersebut digunakan oleh lumba-lumba untuk melakukan manuver di air. Lumba-lumba tersebut akan dipelihara di sebuah tangki besar di museum Taiji untuk menjalani pemeriksaan sinar-X dan tes DNA.